Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Bio-Kristi
You are hereAktivis Hak Sipil / Harriet Tubman
Harriet Tubman
Harriet Tubman melepaskan diri dari perbudakan untuk menjadi seorang pemimpin abolisionis (sebuah gerakan yang bertujuan menghapuskan perbudakan, yang banyak dijumpai di Eropa Barat dan Amerika -- Red.). Ia memimpin ratusan orang yang diperbudak di sepanjang rute Underground Railroad (jaringan rute rahasia di Amerika Serikat yang menjadi tempat tinggal yang aman bagi para budak, dan yang digunakan untuk melarikan diri ke negara-negara yang bebas dari perbudakan -- Red.).
Harriet Tubman adalah seorang budak perempuan Amerika yang melarikan diri dari perbudakan di Selatan, untuk menjadi seorang abolisionis terkemuka sebelum Perang Saudara pecah di Amerika. Ia lahir di Maryland pada tahun 1820, dan berhasil melarikan diri pada tahun 1849. Namun, ia berkali-kali kembali untuk menyelamatkan, baik anggota keluarga maupun yang bukan kerabatnya, dari sistem perkebunan. Ia memimpin ratusan orang menuju kebebasan di Utara sebagai "konduktor" paling terkenal di Underground Railroad.
Awal Kehidupan
Harriet Tubman lahir dari orang tua yang diperbudak di Dorchester County, Maryland, dan awalnya bernama Araminta Harriet Ross. Ibunya, Harriet "Rit" Green, adalah budak milik Mary Pattison Brodess. Ayahnya, Ben Ross, adalah budak dari Anthony Thompson, yang akhirnya menikahi Mary Brodess. Araminta, atau "Minty", adalah salah satu dari sembilan anak yang lahir dari Rit dan Ben antara tahun 1808 dan 1832. Meski tahun kelahiran Araminta tidak diketahui, diperkirakan itu terjadi antara 1820 dan 1825.
Kehidupan awal Minty penuh dengan kesulitan. Putra Maria Brodess, Edward, menjual tiga saudara perempuannya ke perkebunan yang jauh, memutuskan hubungan keluarga itu. Ketika seorang pedagang dari Georgia mendekati Brodess karena ingin membeli putra bungsu Rit, Musa, Rit berhasil menahan perpecahan berikutnya dalam keluarganya, dan itu menjadi contoh yang sangat kuat bagi anak perempuannya.
Kekerasan fisik merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari Tubman dan keluarganya. Kekerasan yang ia alami pada awal kehidupannya mengakibatkan luka fisik yang permanen. Harriet kemudian menceritakan satu hari tertentu saat ia dicambuk sebanyak lima kali sebelum sarapan. Ia membawa bekas luka itu di sepanjang sisa hidupnya. Cedera yang paling parah terjadi ketika Tubman masih remaja. Dikirim (untuk bekerja) di sebuah toko kelontong, ia berjumpa dengan seorang budak yang telah meninggalkan ladang tanpa izin. Mandor budak itu meminta agar Tubman menolong budak yang melarikan diri itu. Ketika Harriet menolak, mandor itu melemparkan benda seberat sekitar satu kilo yang mengenai kepala Harriet. Tubman mengalami kejang, sakit kepala parah, dan narkolepsi (penyakit kronis yang ditandai dengan serangan kantuk dan ingin tidur -- Red.) selama sisa hidupnya. Ia juga mengalami mimpi-mimpi yang intens, yang ia klasifikasikan sebagai pengalaman-pengalaman religius.
Garis antara kebebasan dan perbudakan tampak kabur bagi Tubman dan keluarganya. Ayah Harriet Tubman, Ben, dibebaskan dari perbudakan pada usia 45, sebagaimana diatur dalam kehendak pemilik sebelumnya. Meski demikian, Ben hanya memiliki sedikit pilihan selain terus bekerja sebagai estimator kayu dan mandor untuk mantan pemiliknya. Meskipun ketentuan kemerdekaan yang sama juga diterapkan pada Rit dan anak-anaknya, orang-orang yang memiliki keluarga itu memilih untuk tidak membebaskan mereka. Meskipun statusnya adalah orang merdeka, Ben hanya memiliki sedikit kuasa untuk menantang keputusan orang-orang itu.
Saat Harriet mencapai usia dewasa, sekitar setengah dari orang-orang Afrika-Amerika di pantai timur Maryland telah bebas. Bukanlah satu hal yang biasa bagi sebuah keluarga untuk menyatukan orang-orang yang sudah bebas dengan yang masih berstatus budak, seperti yang dilakukan keluarga dekat Tubman ini. Pada tahun 1844, Harriet menikah dengan seorang pria kulit hitam yang sudah bebas, bernama John Tubman. Hanya sedikit informasi yang diketahui tentang John Tubman atau pernikahannya dengan Harriet. Setiap anak yang mereka miliki akan dianggap budak karena status ibu mengikat semua keturunannya. Araminta mengganti namanya menjadi Harriet sekitar waktu pernikahannya, mungkin untuk menghormati ibunya.
Melarikan Diri dari Perbudakan dan Abolisionisme
Harriet Tubman melarikan diri dari perbudakan pada tahun 1849, menuju ke Philadelphia. Tubman memutuskan untuk melarikan diri setelah terserang suatu penyakit dan kematian pemiliknya pada tahun 1849. Tubman khawatir bahwa keluarganya akan mengalami penderitaan yang lebih lagi dan takut dengan keadaannya sendiri sebagai budak sakit-sakitan, yang memiliki nilai ekonomi rendah. Awalnya, ia meninggalkan Maryland bersama dua saudara laki-lakinya, Ben dan Henry, pada tanggal 17 September 1849. Sebuah pemberitahuan diterbitkan di Cambridge Demokrat, yang menawarkan hadiah $ 300 untuk kembalinya Araminta (Minty), Harry, dan Ben. Setelah mereka pergi, kedua saudara Tubman ini berubah pikiran dan kembali ke perkebunan. Harriet tidak punya rencana untuk tetap tinggal dalam perbudakan. Setelah mengetahui kedua saudara laki-lakinya kembali ke rumah dengan selamat, ia segera berangkat sendirian menuju Pennsylvania.
Tubman memanfaatkan jaringan yang dikenal sebagai Underground Railroad untuk melakukan perjalanan sejauh hampir 90 kilometer menuju Philadelphia. Ia menyeberang ke negara bagian yang bebas dari perbudakan, yaitu Pennsylvania, dengan perasaan lega dan kagum, dan mengenangnya kemudian, "Ketika mendapati bahwa aku telah melewati garis itu, aku melihat tanganku untuk mengetahui apakah aku adalah orang yang sama. Ada semacam kemuliaan di atas segala sesuatu; matahari bersinar seperti emas melalui pohon-pohon, dan di atas ladang-ladang, dan aku merasa seperti berada di surga."
Bukannya menetap dalam kenyamanan Utara, Tubman menjadikan "penyelamatan keluarganya dan orang-orang lain yang tinggal di perbudakan" sebagai misinya. Pada bulan Desember 1850, Tubman menerima peringatan bahwa keponakannya, Kessiah, akan dijual bersama dua anaknya yang masih kecil. Suami Kessiah, seorang pria kulit hitam yang sudah bebas bernama John Bowley, memenangkan lelang untuk istrinya di Baltimore. Harriet kemudian membantu seluruh keluarga melakukan perjalanan ke Philadelphia. Ini merupakan perjalanan pertama dari banyak perjalanan yang dilakukan Tubman, yang mendapat julukan "Musa" karena kepemimpinannya. Seiring waktu, ia mampu membimbing orang tuanya, beberapa saudara kandung, dan sekitar 60 orang lain menuju kebebasan. Salah satu anggota keluarga yang menolak untuk melakukan perjalanan itu adalah suami Harriet, John, yang lebih memilih untuk tinggal di Maryland dengan istri barunya.
Dinamika melarikan diri dari perbudakan berubah pada tahun 1850, dengan berlakunya peraturan dalam Undang-Undang tentang budak yang melarikan diri. Peraturan tersebut menyatakan bahwa budak yang melarikan diri boleh ditangkap di Utara dan dikembalikan ke perbudakan, yang mengakibatkan terjadinya penculikan terhadap mantan budak dan orang-orang kulit hitam yang bebas, yang tinggal di negara-negara yang bebas dari perbudakan. Aparat penegak hukum di Utara terpaksa membantu dalam penangkapan para budak, terlepas dari prinsip-prinsip pribadi mereka. Menanggapi peraturan tersebut, Tubman merute ulang Underground Railroad menuju Kanada, yang melarang perbudakan berdasarkan kategori.
Pada bulan Desember 1851, Tubman memandu satu kelompok yang terdiri atas 11 pelarian menuju Utara. Ada bukti yang menunjukkan bahwa rombongan ini berhenti di rumah seorang tokoh abolosionis dan mantan budak, bernama Frederick Douglass.
Pada bulan April 1858, Tubman diperkenalkan dengan seorang abolisionis, John Brown, yang mendukung penggunaan kekerasan untuk mengganggu dan merusak lembaga perbudakan. Tubman membagi tujuan-tujuan Brown dan setidaknya menoleransi metodenya. Tubman mengaku telah memiliki visi profetik tentang Brown sebelum mereka bertemu. Ketika Brown mulai merekrut pendukung untuk menyerang pemilik budak di Harper Ferry (sebuah kota bersejarah di Jefferson County, Virginia Barat, Amerika Serikat -- Red.), ia berpaling kepada "Jenderal Tubman" untuk meminta bantuan. Menyusul eksekusi terhadap Brown yang terjadi kemudian, Tubman memujinya sebagai martir.
Harriet Tubman tetap aktif selama Perang Saudara. Bekerja untuk Union Army (Angkatan bersenjata yang berjuang untuk persatuan selama Perang Saudara di Amerika Serikat -- Red.) sebagai juru masak dan perawat, dengan segera, Tubman menjadi taruna bersenjata dan mata-mata. Menjadi wanita pertama yang memimpin sebuah ekspedisi bersenjata dalam perang itu, ia menuntun Raid Combahee River, yang membebaskan lebih dari 700 budak di Carolina Selatan.
Akhir Kehidupan
Pada awal 1859, Senator abolisionis, William H. Seward, menjual sebidang tanah kecil di pinggiran Auburn, New York, kepada Tubman. Tanah di Auburn menjadi surga bagi keluarga Tubman dan teman-teman. Tubman menghabiskan tahun-tahun setelah perang di tanah ini, merawat keluarganya dan orang lain yang telah mengambil tempat tinggal di sana. Pada tahun 1869, ia menikah dengan seorang veteran Perang Saudara bernama Nelson Davis. Pada tahun 1874, Harriet dan Nelson mengadopsi seorang bayi perempuan bernama Gertie.
Meskipun Harriet memiliki ketenaran dan reputasi, ia tidak pernah aman secara finansial. Teman-teman dan pendukung Tubman mampu menggalang sejumlah dana untuk mendukung dia. Salah seorang pengagum Tubman, Sarah H. Bradford, menulis sebuah biografi berjudul Scenes in the Life of Harriet Tubman (Suasana-Suasana dalam Kehidupan Harriet Tubman), yang keuntungannya diberikan kepada Tubman dan keluarganya. Harriet terus-menerus memberikan secara cuma-cuma meskipun ia menderita secara ekonomi. Pada tahun 1903, ia menyumbangkan sebidang tanahnya kepada African Methodist Episcopal Church di Auburn. The Harriet Tubman Home for the Aged (Panti Jompo Harriet Tubman) dibuka di wilayah tersebut pada tahun 1908.
Sementara usia Tubman semakin lanjut, cedera kepala yang dialaminya di awal hidupnya menjadi semakin menyakitkan dan mengganggu. Ia menjalani operasi otak di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston, untuk meringankan rasa sakit dan mengurangi "dengungan" yang ia alami secara teratur. Tubman akhirnya diistirahatkan di rumah peristirahatan yang dinamai dengan namanya untuk menghormatinya. Dengan dikelilingi oleh teman-teman dan anggota keluarga, Harriet Tubman meninggal karena pneumonia pada tahun 1913.
Harriet Tubman, dikenal luas dan dihormati ketika ia masih hidup, menjadi ikon Amerika pada tahun-tahun setelah dia meninggal. Sebuah survei pada akhir abad ke-20 menyebutnya sebagai salah satu warga sipil paling terkenal dalam sejarah Amerika sebelum Perang Saudara, ketiga setelah Betsy Ross dan Paul Revere. Dengan keberaniannya dan tindakan yang tegas, ia terus memberikan inspirasi kepada generasi-generasi Amerika untuk berjuang bagi hak-hak sipil mereka.
Ketika meninggal, Tubman dimakamkan dengan penghormatan militer di Fort Hill Cemetery (Pekuburan Fort Hill) di Auburn. Kota ini mengenang kehidupan Tubman dengan sebuah plakat di gedung pengadilan. Tubman dirayakan dalam banyak cara lain di seluruh negeri pada abad ke-20. Puluhan sekolah dinamai dengan namanya untuk menghormatinya; juga, the Harriet Tubman Home di Auburn dan Harriet Tubman Museum di Cambridge digunakan sebagai peringatan untuk hidupnya. (t/Berlin.B)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | Bio |
Alamat URL | : | http://www.biography.com/people/harriet-tubman-9511430#synopsis |
Judul artikel | : | Harriet Tubman Biography |
Penulis artikel | : | Tidak dicantumkan |
- Login to post comments
- 11309 reads