Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs Bio-Kristi

You are hereBio-Kristi No.145 Maret 2015 / John Wycliffe

John Wycliffe


Ditulis oleh: N. Risanti

"Percayalah sepenuhnya di dalam Kristus; andalkanlah sepenuhnya pada penderitaan-Nya, waspadalah terhadap usaha untuk dibenarkan dengan cara lain selain dari kebenaran-Nya." (John Wycliffe)

Di antara berbagai tokoh yang menorehkan sejarah dalam perkembangan gereja, John Wycliffe menjadi salah satu pribadi yang mendirikan dasar bagi terjadinya reformasi. Kegigihannya dalam mengembalikan pengajaran yang benar sesuai firman Tuhan, serta koreksinya yang mendasar terhadap beberapa doktrin gereja, membuatnya dikenang sebagai "Bintang Pagi Reformasi". Kata-katanya di atas dengan jelas mengungkapkan kedalaman imannya pada masa ketika gereja justru mengalami berbagai kemerosotan moral dan pengajaran.

Riwayat Hidup dan Karier

Lahir kira-kira pada tahun 1324 di North Ridings Yorkshire, di sebuah peternakan domba yang berjarak 200 mil dari kota London, John Wycliffe berasal dari keturunan keluarga Saxon tulen. Tidak banyak yang diketahui tentang kehidupannya sebelum Wycliffe memasuki Oxford pada tahun 1346. Ia hijrah ke Oxford untuk mempelajari ilmu pengetahuan alam, matematika, dan teologi, tetapi ia paling tertarik mempelajari teologi dan Kitab Suci. Pertama-tama, ia masuk ke Merton College, sebelum akhirnya meraih Master di Balliol College, sekitar tahun 1360. Adalah Thomas Bradwardine, Uskup Canterbury dan penulis buku "On the Cause of God against the Pelagians", yang banyak membentuk prinsip teologi Wycliffe kala itu. Wycliffe kemudian memiliki reputasi sebagai filsuf dan teolog terkemuka dan menjadi pembicara utama dalam debat-debat di bidang teologi. Ia ditahbiskan menjadi vikaris di paroki Fillingham pada tahun 1361, dan kemudian menjadi rektor di Lutterworth pada tahun 1374.

Antara tahun 1372 -- 1384, Wycliffe meraih gelar sebagai Doktor dalam bidang ketuhanan, yang membuatnya berhak untuk menjadi pengajar pada pelajaran Sistematik Ketuhanan. Pada tahun 1374, Wycliffe juga menjadi seorang negosiator antara Inggris dan Perancis di Bruges (kota besar di Belgia - Red.), yang membuat sosoknya kian berpengaruh dalam bidang politik.

Masalah dengan Gereja

Karena ketertarikannya yang mendalam kepada Alkitab, Wycliffe menempatkan Alkitab sebagai sebuah buku yang hidup dan memiliki otoritas tinggi dalam hidupnya, sebuah perilaku yang amat langka pada masa tersebut. Dari sana, ia kemudian menyadari bahwa terdapat kesenjangan ajaran dari yang terdapat di dalam Alkitab dengan praktik-praktik yang dilakukan di gereja.

Wycliffe awalnya menentang berbagai aspek filosofi dalam gereja Katolik beserta pengaruhnya secara abstrak dan filosofis, tetapi akhirnya menjadi semakin kritis terhadap tindakan dan kekuatan yang dilakukan oleh gereja. Para imam, menurutnya, tidak dibenarkan untuk memiliki begitu banyak kekuasaan sekuler karena mereka sering kali bertindak dengan cara yang tidak bermoral. Dengan keras, Wycliffe menentang penerimaan uang serta praktik yang menghilangkan mutu pengajaran dalam gereja abad pertengahan. Ia mengutuk pengajaran yang tidak berdasarkan Alkitab seperti doa-doa kepada orang kudus, perjalanan ziarah, penjualan surat pengampunan dosa, dan pengakuan dosa pribadi kepada imam. Menurutnya, setiap kekuatan feodal dari gereja bersifat menyalahi pengajaran dan bahwa setiap orang bertanggung jawab langsung kepada Tuhan. Dengan tegas, Wycliffe menyatakan bahwa Alkitab merupakan otoritas tertinggi bagi setiap orang percaya, dan menjadi pedoman iman serta kesempurnaan setiap pribadi. Dari sana, ia kemudian memberikan serangkaian pengajaran dari keseluruhan Alkitab, sesuatu yang pada masa itu bersifat baru dan revolusioner.

Sebagai seorang yang memiliki kepedulian mendalam untuk rakyat miskin dan masyarakat umum, Wycliffe berupaya melawan penyalahgunaan wewenang di dalam gereja. Gereja memiliki lebih dari sepertiga tanah di Inggris, para rohaniwannya sering kali buta huruf dan tidak bermoral, dan kantor-kantor pejabat tinggi gereja sering kali dibeli atau diberikan sebagai keuntungan politik. Ketika ditunjuk untuk menjadi anggota sebuah komisi kerajaan yang bertugas untuk menyelesaikan beberapa persoalan yang tengah muncul, Wycliffe menunjukkan prinsipnya dengan tidak menerima suap, sesuatu yang justru umum dilakukan oleh uskup lainnya sehingga menimbulkan kegagalan fungsi dari komisi tersebut. Perilaku itu membuatnya disukai oleh anggota parlemen dan putra keempat Raja, John of Gaunt, meskipun tidak mendapat respons yang sama dari uskup lainnya. Dengan dukungan dari John of Gaunt itulah ia kemudian menulis traktat dan buku yang mengungkapkan pandangannya, termasuk di dalamnya adalah tuduhannya yang terbuka atas pengumpulan surat untuk pengampunan dosa. Ia juga menegaskan hak dari Raja untuk mengambil properti dari gereja, jika hal tersebut dibenarkan secara hukum.

Ketika pihak gereja Roma meminta dukungan keuangan dari Inggris, Wycliffe menyarankan John of Gaunt untuk memberi tahu parlemen agar tidak memenuhi permintaan tersebut. Pada tahun 1376, Wycliffe menulis dalam "Civil Dominion", bahwa "Inggris tidak menjadi milik Paus mana pun. Paus hanyalah manusia yang tunduk pada dosa. Namun, Kristus adalah Tuhan segala tuhan, dan kerajaan ini diselenggarakan secara langsung dan hanya oleh Kristus saja". Menurutnya, gereja sudah terlalu kaya, dan bahwa Kristus memanggil murid-murid-Nya pada kemiskinan, bukan pada kekayaan. Jika ada pihak yang harus menagih pajak semacam itu, hal itu seharusnya dilakukan oleh pemerintah lokal Inggris sendiri.

Pendapat itu membawa Wycliffe dalam masalah, sehingga ia dianggap membawa ajaran sesat ke dalam gereja. Ia kemudian harus menghadap sidang di London untuk menjawab tuduhan bidah (pelaku/penyebar ajaran sesat - Red.) terhadap dirinya. Paus Gregorius XI mengeluarkan lima bulls (fatwa gereja -- suatu jenis surat paten atau piagam yang dikeluarkan oleh Paus Gereja Katolik - Red.) terhadap Wycliffe tiga bulan kemudian, yang memberinya 18 tuduhan dan menjulukinya dengan "Ahli dalam berbagai kesalahan".

Ketika menghadapi Uskup Agung di istana Lambeth dalam sidang berikutnya, Wycliffe berkata, "Saya siap untuk membela keyakinan saya, bahkan sampai mati. Saya telah mengikuti Kitab Suci dan para ahli suci." Hal tersebut tentu saja tidak sejalan dengan Roma. Akan tetapi, karena popularitasnya yang amat besar, Wycliffe tidak mendapat hukuman yang keras selain harus meninggalkan jabatannya sebagai rektor di Lutterworth.

Penerjemahan Alkitab dan Akhir Hidup John Wycliffe

Ketika menentang ajaran gereja tentang transubstansiasi (perubahan substansi dari roti menjadi tubuh Kristus dalam komuni - Red.) yang terkandung dalam risalahnya "On the Eucharist" (Tentang Ekaristi - Red.), ia pun mulai kehilangan banyak teman dan pendukung yang memiliki posisi tinggi di bidang politik, termasuk John of Gaunt. Namun, kerinduannya untuk membawa reformasi ke dalam gereja tetap menyala. Wycliffe menyadari bahwa firman Tuhan akan mengubahkan hidup sehingga tidak ada yang lebih penting baginya selain memasukkan pesan dan ajaran Alkitab ke dalam hati setiap orang melalui bahasa yang mereka pahami. Ia pun kemudian memulai langkah radikal bersama beberapa pengikutnya di Lutterworth dengan menerjemahkan dan menulis Perjanjian Baru ke dalam bahasa Inggris. Sebuah langkah yang begitu berani dan mendasar karena mereka harus menerjemahkan Alkitab dari terjemahan Latin yang masih berupa tulisan tangan berusia lebih dari 1000 tahun.

Tentu saja, langkahnya tersebut mendapat tentangan keras dari pihak gereja. Mereka menyatakan, "Dengan terjemahan ini, Kitab Suci telah menjadi vulgar, dan menjadi lebih tersedia di mana saja, bahkan bagi wanita yang bisa membaca, dibanding mereka yang belajar di perguruan tinggi, yang memiliki kecerdasan tinggi. Dengan begitu, mutiara Injil menjadi tersebar dan diinjak oleh babi." Akan tetapi, Wycliffe tidak mundur. Ia dan para pendukungnya yang dikenal sebagai The Lollards, menyebarkan pengajaran dan ide-idenya ke seluruh Inggris, dan terus menyerang Paus serta hierarki gereja. Gereja kemudian berusaha menghancurkan versi bahasa Inggris dari Alkitab, tetapi tidak berhasil karena ada begitu banyak salinan yang berhasil diselamatkan di bawah gerakan Wycliffe untuk menyebarkan Alkitab ke dalam bahasa Inggris.

Serangan untuk melawan Wycliffe terus berlanjut sampai kematiannya, tetapi berkat dukungan beberapa orang penting di parlemen dan Oxford, Wycliffe tidak pernah diasingkan atau dikeluarkan dari posisinya. Setelah berhenti dari Lutterworth, Wycliffe terkena serangan stroke pada tanggal 28 Desember 1384, dan meninggal tiga hari kemudian, pada malam pergantian tahun.

Wycliffe meninggal sebelum terjemahan Alkitabnya selesai dan sebelum pemerintah menuduhnya sebagai bidah. Akan tetapi, pengikutnya, The Lollards, tetap melakukan gerakan bawah tanah dan menjadi gangguan yang serius terhadap gereja Katolik Inggris. Dua puluh tahun kemudian, Wycliffe dikutuk sebagai bidah, dan dikeluarkan kebijakan untuk membakar buku-bukunya serta menggali tulang-tulangnya dari kubur untuk dibakar dan disebar ke sungai. Akan tetapi, mereka tidak berhasil menghilangkan jejaknya bagi masa depan reformasi. Wycliffe telah meletakkan dasar bagi firman Tuhan untuk menjadi otoritas tertinggi dalam kehidupan gereja.

Sumber bacaan:

  1. _____ "John Wycliffe". Dalam
    http://www.christianitytoday.com/ch/131christians/moversandshakers/wycliffe.html
  2. Curtis, Ken. "John Wycliffe: Reformation Morningstar". Dalam
    http://www.christianity.com/church/church-history/timeline/1201-1500/john-wycliffe-reformation-morningstar-11629869.html
  3. _____ "John Wycliffe Biography". Dalam
    http://www.biographyonline.net/spiritual/john-wycliffe.html
  4. Butler, Donna & Lloyd, David F. 2004. "John Wycliffe: Setting the Stage for Reform". Dalam
    http://www.vision.org/visionmedia/biography-john-wycliffe/613.aspx

Komentar


SABDA Live



Alkitab SABDA


Cari kata atau ayat:

Kamus SABDA


Media Sosial

 

Member login

Permohonan kata sandi baru